Selasa, 22 Maret 2011

Berapa gaji abi....???



Seperti biasa Ikhsan, Tenaga Ahli di sebuah perusahaan swasta  di Jakarta , tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Akbar,  putra pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya.  Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.

"Kok, belum tidur ?" sapa Ikhsan sambil mencium anaknya.  Biasanya Akbar memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika  ia akan berangkat ke kantor pagi hari.   Sambil membuntuti sang Abi menuju ruang keluarga, Akbar berkata, "Aku  nunggu Abi pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Abi ?"

"Lho tumben, kok nanya gaji Abi ? Mau minta uang lagi, ya ?"  "Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Akbar singkat.

"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Abi bekerja sekitar 10 jam dan  dibayar Rp. 400.000,-. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu  dan Minggu libur, kadang Sabtu Abi masih lembur. Jadi, gaji Abi dalam satu  bulan berapa, hayo ?"

Akbar berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara  Abinya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Ikhsan beranjak  menuju kamar untuk berganti pakaian, Akbar berlari mengikutinya. "Kalo satu  hari Abi dibayar Rp. 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam Abi digaji  Rp.  40.000,- dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Ikhsan  Tetapi Akbar tidak beranjak. Sambil menyaksikan Abinya berganti pakaian,  Akbar kembali bertanya, "Abi, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"

"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini  ? Abi capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah". "Tapi Abi..." 

Kesabaran Ikhsan pun habis. "Abi bilang tidur !" hardiknya mengejutkan  Akbar. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.

Usai mandi, Ikhsan nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Akbar di  kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Akbar didapati sedang  terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Ikhsan berkata,  "Maafkan Abi, Nak, Abi sayang sama Akbar. Tapi buat apa sih minta uang  malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa. Jangankan Rp.
5.000,- lebih dari itu pun Abi kasih" jawab Ikhsan

"Abi, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau  sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".

"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Ikhsan lembut.  "Aku menunggu Abi dari jam 8. Aku mau ajak Abi main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Abi itu sangat berharga.  Jadi, aku mau ganti waktu Abi. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp. 15.000,-  tapi karena Abi bilang satu jam Abi dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam  aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp. 5.000,-  makanya aku mau pinjam dari Abi" kata Akbar polos.
Ikhsan pun terdiam. Ia kehilangan kata-kata.  Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.]

Rabu, 16 Maret 2011

..Terima kasih telah membuatku menangis........

 

"Don't judge a book from its cover", begitulah kata bijak yang sering kita dengar untuk mengingatkan agar kita tidak menilai orang lewat penampilannya, karena penampilan lahiriah bisa menipu kita. Orang yang dari luarnya terlihat hebat, belum tentu memiliki hati dan pemikiran yang hebat. Sebaliknya, orang yang di mata kita terlihat sangat sederhana, belum tentu memiliki hati dan pemikiran yang sama sederhananya.

Pelajaran itu saya alami dari sosok seorang teman di kantor, yang di mata saya dan di mata sebagian teman-teman saya, selama ini terlihat sebagai sosok yang "selengek"an, cuek dan dianggap masih ABG alias Anak Baru Gede.

Usianya memang relatif masih muda, sebut saja namanya Ikhwan. Tingkahnya yang kadang masih seperti ABG, terkadang membuat kami tertawa. Apalagi penampilannya yang jauh dari rapi, terutama rambutnya, yang menurut teman saya itu memang jarang bahkan enggak pernah disisir kalau habis mandi. Kebayang kan...

Awalnya, saya melihat sosok Ikhwan sebagai sosok anak muda lazimnya,yang baru melangkah dewasa. Yang masih senang hura-hura, kongkow-kongkow ke sana kemari sama teman-teman seusianya, tidak seperti teman-teman kantor lainnya, terutama yang laki-laki, yang memang mayoritas sangat religius dan Islami.

Tapi ternyata, anggapan saya itu salah besar! Ketika suatu petang, selepas sholat maghrib saya melihatnya sedang membaca al-Quran, bukan cuma membaca tapi juga mencoba menghapal. Besok-besoknya, saya melihat teman saya itu bertilawah dengan rutin.

Awalnya, saya cuma memperhatikan saja sambil bergumam di dalam hati, "Wah, ternyata ni' anak rajin juga baca Qurannya. Dihapal lagi...." Saya sendiri, membaca Qur'an saja tidak rutin, apalagi kepikiran buat menghapal. Terbersit rasa salut pada teman saya itu, tapi saya tidak pernah bertanya secara langsung tentang kebiasaannya itu. Hingga suatu sore... Ketika saya secara tak sengaja ngobrol panjang dengan teman saya itu, sayapun menangis dibuatnya. Saya menangis karena saya tidak bisa seperti teman saya itu. Saya menangis karena saya iri dengan keikhlasan, kebaikan dan ketaqwaannya sebagai seorang Muslim.

Ternyata, di balik penampilannya yang "selengek"an, teman saya menyimpan pemikiran-pemikiran yang besar, yang begitu peduli dengan kondisi umat Islam selama ini, yang begitu berhati-hati menjaga perilakunya sebagai seorang Muslim dan sangat mencintai serta menghormati ibunya. Subhanallah. ...

Sore itu, teman saya bercerita banyak tentang kehidupannya dan bagaimana al-Quran mengubah jalan hidupnya, menjadi sosok yang sangat mencintai Islam. "Kalau saya melihat orang Islamnya, saya mungkin enggak mendalami Islam, mbak, " kata teman saya itu. "Tapi saya membaca al-Quran dan saya menemukan ajaran-ajaran dalam al-Quran yang begitu menyentuh perasaan saya, " ujarnya. Saya mengangguk-angguk.

"Itulah sebabnya saya selalu mencoba rajin tilawah dan menghapalnya. Mbak tahu kenapa?" tanyanya. Saya cuma menggeleng."Saya ingin menjadi anak yang shaleh, yang bisa menjadi penolong bagi ibunya di akhirat kelak, " ujarnya. Teman saya pun bercerita tentang ibunya dan bagaimana ia sangat mencintai sang ibu dan bercita-cita ingin membahagiakannya. Saya melihat ada yang menggenang di pelupuk matanya, ketika teman saya itu menceritakan tentang sang ibu. Saya cuma diam, tak berkomentar.

"Ada tiga hal yang bisa membuat saya menangis, " katanya lagi."Apa?" tanya saya.  "Pertama, kalau saya mengingat ibu saya. Kedua, ketika saya membaca arti ayat-ayat al-Quran, dan ketiga, ketika saya membaca dan mendengar kisah-kisah perjuangan di Palestina. Saya bisa menangis, karena saya merasa amaliyah saya di dunia ini masih sangat sedikit... " tutur teman saya. Sorot matanya memancarkan kegelisahan.

Kali ini, saya betul-betul merinding mendengar penuturannya. Tiba-tiba saja seperti ada pisau yang amat tajam yang mengiris jiwa saya. Selama ini, tidak pernah terlintas di pikiran saya untuk menghitung amalan saya di dunia, apakah sudah cukup bekal saya jika sewaktu-waktu dipanggil sang kuasa. Selama ini, saya hanya berempati dengan penderitaan saudara-saudara saya di Palestina, tapi tak pernah menangis memikirkannya. Selama ini, rasanya saya tidak memiliki cinta sebesar cinta yang dimiliki teman saya itu pada sang bunda. Tiba-tiba saja, saya merasa begitu kerdil dan merasa iri melihat cara berpikir teman saya itu yang ternyata lebih dewasa dari usianya.

Saat sholat ashar sore itu, saya betul-betul menangis di hadapanNya, menangisi segala kekurangan, kelemahan dan kebodohan saya selama ini. Memohon ampunan atas segala kesalahan dan sebulat tekad untuk membenahi diri dan menjadi orang yang lebih baik, teriring rasa syukur karena telah memberikan seorang teman yang telah menjadi cermin kebaikan bagi saya.

"Teman, hanya doa yang bisa aku panjatkan, sebagai rasa terima kasih, semoga Allah swt mengabulkan semua cita-citamu dan tetap membimbingmu agar senantiasa menjadi cermin kebaikan bagi orang-orang di sekitarmu... " amiin 



(Catatan kecil dari seorang seorang teman)

......Tuhan Itu Ada....


 
Seorang konsumen datang ke tempat tukang cukur untuk memotong rambut merapikan brewoknya.

Si tukang cukur mulai memotong rambut konsumennya dan mulailah terlibat pembicaraan yang mulai menghangat. Mereka membicarakan banyak hal dan berbagai variasi topik pembicaraan, dan sesaat topik pembicaraan beralih tentang Tuhan.

Si tukang cukur bilang : “…Saya tidak percaya Tuhan itu ada".

"Kenapa kamu berkata begitu ???" timpal si konsumen.

"Begini, coba Anda perhatikan di depan sana, di jalanan.... untuk menyadari bahwa Tuhan itu tidak ada. Katakan kepadaku,  jika Tuhan itu ada, Adakah yang   sakit??, Adakah anak terlantar?? Jika Tuhan  ada, tidak akan ada sakit ataupun kesusahan. Saya tidak dapat membayangkan Tuhan Yang Maha Penyayang   akan membiarkan ini semua terjadi."

Si konsumen diam untuk berpikir sejenak,  tapi tidak merespon karena dia, tidak ingin memulai adu pendapat.

Si tukang cukur menyelesaikan pekerjaannya dan si konsumen pergi meninggalkan tempat si tukang cukur. Namun beberapa saat setelah dia meninggalkan   ruangan itu dia melihat ada orang di  jalan dengan rambut yang panjang, berombak kasar mlungker-mlungker- istilah  jawa-nya", kotor dan brewok  yang tidak dicukur. Orang itu terlihat kotor dan tidak terawat.
 
Si konsumen balik ke tempat tukang cukur dan berkata :".. Kamu tahu,  sebenarnya TIDAK ADA TUKANG CUKUR."

Si tukang cukur tidak terima: " Kamu kok  bisa bilang begitu ??"."Saya disini  dan saya tukang cukur. Dan barusan saya  mencukurmu!"

"Tidak!"  elak si konsumen. "Tukang cukur  itu tidak ada, sebab jika ada, tidak akan ada orang dengan rambut panjang yang kotor dan brewokan seperti  orang yang di luar sana", si konsumen menambahkan.

"Ah tidak, tapi tukang cukur tetap ada!",  sanggah si tukang cukur. " Apa yang kamu lihat itu adalah salah mereka sendiri, kenapa mereka tidak datang  ke saya", jawab si tukang cukur membela diri.

"Cocok!"-kata si konsumen menyetujui." Itulah point utama-nya!. Sama dengan   Tuhan, TUHAN ITU JUGA ADA !, Tapi apa  yang terjadi... orang-orang TIDAK MAU  DATANG kepada-NYA, dan TIDAK MAU MENCARI-NYA. Oleh karena itu banyak yang sakit dan tertimpa kesusahan di dunia  ini."
Si tukang cukur terbengong !!!!

Rabu, 09 Maret 2011

Beginilah Cara Rosulullah Melayani Istrinya

 
1. Kalau ada pakaian yang koyak, Rasulullah menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

2. Setiap kali pulang ke rumah, bila dilihat tiada makanan yang sudah siap di masak untuk dimakan, sambil tersenyum baginda menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Sayidatina ‘Aisyah menceritakan ‘Kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu
urusan rumahtangga.

3. Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudah selesai sembahyang.’

4. Pernah baginda pulang pada waktu pagi. Tentulah baginda teramat lapar waktu itu.. Tetapi dilihatnya tiada apa pun yang ada untuk sarapan. Yang mentah pun tidak ada kerana Sayidatina ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, ‘Belum ada sarapan ya Khumaira?’ (Khumaira adalah panggilan mesra untuk Sayidatina ‘Aisyah yang bererti ‘Wahai yang kemerah-merahan’) Aisyah menjawab dengan agak serba salah, ‘Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.’ Rasulullah lantas berkata, ‘Jika begitu aku puasa saja hari ini.’ tanpa sedikit tergambar rasa kesal di raut wajah baginda.

5. Sebaliknya baginda sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul isterinya. Rasulullah menegur, ‘Mengapa engkau memukul isterimu?’ Lantas dijawab dengan agak gementar, ‘Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat dia tetap begitu juga, jadi aku pukul lah dia.’ ‘Aku tidak menanyakan alasanmu,’ sahut Nabi s. a.. w. ‘Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu kepada anak-anakmu?’

6. Pernah baginda bersabda, ’sebaik-baik lelaki adalah yang paling baik, kasih dan lemah lembut terhadap isterinya.’ Prihatin, sabar dan rendah hati baginda dalam menjadi ketua keluarga langsung tidak sedikitpun menurunkan kedudukannya sebagai pemimpin umat..

7. Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa kehambaan yang sudah melekat dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa kesombongan.

8. Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH langsung tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika di depan ramai maupun dalam kesendiriannya.

9. Pintu Syurga telah terbuka seluas-luasnya untuk baginda, baginda masih lagi berdiri di waktu-waktu sepi malam hari, terus-menerus beribadah hinggakan pernah baginda terjatuh lantaran kakinya sudah bengkak-bengkak.

10. Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Bila ditanya oleh Sayidatina ‘Aisyah, ‘Ya Rasulullah, bukankah engaku telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?’ Jawab baginda dengan lunak, ‘Ya ‘Aisyah, apakah aku tak boleh menjadi hamba-Nya yang bersyukur.’