Kamis, 29 Juli 2010

Kesucian Hati Bagian I

Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam. Semoga rahmat dan kedamaian selalu tercurah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad saw beserta keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang terpilih.

Aku bertanya, “Wahai syaikh, semoga Alloh senantiasa merahmatimu, jelaskan kepadaku hal apa saja yang dapat dilakukan oleh seseorang sehingga hatinya menjadi suci dan bersih dari karat. Lalu, aktivitas apa yang dapat meneguhkan hati sehingga dapat menghindari dari perbuatan maksiat?”

Dia menjawab, “Wahai anakku…., hal-hal yang dapat menjadikan hati seseorang menjadi suci dan bersih dari karat, diantaranya adalah dengan memutuskan tali hawa nafsu, tidak cenderung pada hal-hal yang bersifat keringanan agama (rukhshoh), dan menjauhi penakwilan liar orang-orang yang lalai. Adapun maksud penakwilan liar adalah mereka selalu beranggapan bahwasanya Alloh pasti akan memberikan ampunan atas dosa-dosanya, sedangkan ia tetap rajin berbuat maksiat. Selain itu hendaknya seseorang yang menginginkan suci dan bersih hatinya untuk senantiasa mengurangi makan dan minumnya dan memperbaiki makanannya.”

Aku bertanya, “Apakah dengan mengurangi makan dan minum dapat menyucikan hati?”

Dia menjawab, “Ya. Tidak ada amal yang lebih mengkilapkan hati dari karatnya kecuali dengan lapar. Sebab, lapar dapat memutuskan hal-hal yang dapat mendorong jiwa untuk memenuhi nafsunya.”

Aku bertanya, “Semoga Alloh merahmatimu, mudah-mudahan aku dapat mengamalkannya dan engkau tiada bosan denganku wahai syeikh. Sebab, aku sangat membutuhkan bimbinganmu untuk memenuhi hasratku dalam mencari ilmu sesuai dengan tingkat pemahamanku.”

Dia menjawab, “Kalau begitu keinginanmu wahai anakku…, maka fokuskanlah perhatianmu, hadirkanlah hatimu, perbaruilah pemahamanmu, dengarkanlah dengan seksama, pusatkan hatimu dan yakinkanlah akalmu. Aku mendengar sebagian ahli hikmah berkata; ‘Tidak ada yang binasa dikalangan para murid setelah kecintaan mereka yang sangat besar kepada Alloh swt kecuali karena penentangan mereka terhadap guru mereka.’

“Oleh karena itu, janganlah sekali-kali engkau menentang gurumu. Sebab, orang yang menentang anjuran dokter, penyakitnya akan bertambah parah. Menghadaplah kepada Alloh dengan hatimu. Dan jelaskanlah kepadaku kelemahan-kelemahanmu wahai anakku. Dengan kelemahanmu, aku akan membimbingmu agar menjadi orang yang patuh dan Alloh akan memberi taufik-Nya dalam hatimu. Mohonlah pertolongan Alloh dan berharaplah kepada-Nya agar Dia memberimu petunjuk.

“Wahai anakku…, silahkan bertanya dengan menyebut asma Alloh dan ungkapkanlah apa saja yang engkau ingin ketahui. Aku memohon kepada Alloh agar Dia menunjukan kebenaran dalam menjawab pertanyaan-pertanyaanmu.”

Aku bertanya, “Bismillaahirrohmaanirroohiim, Wahai syeikh semoga Alloh senantiasa merahmatimu. Seseorang telah menegakan kebenaran di dalam hatinya, membuat contoh yang baik dalam sanubarinya dan mengajukan bukti-bukti kebenaran dalam akalnya, sehingga ia dapat mengetahui kebenaran secara transparan. Namun, ia tidak pandai menjelaskan pengetahuannya tersebut dengan lisannya. Bagaimana ini dapat terjadi? Dan apa yang menyebabkan hal ini?”

Dia menjawab, “Aku berharap orang tersebut telah mendekati perolehan kebenaran, sehingga hikmah mengalir dalam pribadinya. Lalu, hatinya dapat menyiramkan air yang dapat menumbuhkan tanaman kebajikan.

“Adapun keadaan yang menjadikan orang tersebut mencapai kedudukan seperti itu adalah; karena ketulusan, tidak menyukai dunia berikut kesenangannya, selalu memelihara hati, akal, jiwa dan raga, meninggalkan hal yang tidak berguna, menghimpun perhatian dan selalu berusaha untuk mencapai pemahaman tentang kebenaran. Inilah buah kezuhudan di dunia yang bercampur dengan ruh keyakinan.

“Nabi saw bersabda; ‘Jika kalian melihat seorang hamba berlaku zuhud di dunia, maka mendekatlah kepadanya karena sesungguhnya dia itu menuturkan hikmah.’

“Sabda-nya yang lain, ‘Jika seorang hamba berlaku zuhud di dunia, maka dia akan mewariskan tiga perkara, yaitu; kemuliaan tanpa keluarga besar, kaya namun tanpa harta dan alim tanpa belajar.’

“Umar bin Khoththob r.a pernah mengirim surat kepada para komandan pasukan, ‘Peliharalah apa yang telah disampaikan oleh orang-orang sholeh, karena apa yang keluar dari mulut mereka adalah kebenaran.’

“Seorang ahli hikmah mengatakan; ‘Jika seorang hamba berlaku zuhud di dunia, Alloh menugaskan seorang malaikat untuk menanamkan wadah hikmah di dalam lubuk hatinya, seperti orang yang menanam pepohonan didalam kebunnya.’”

Aku bertanya, “Kalau begitu, kapan dia akan menuturkan kebenaran (hikmah) dari lisannya? Dan apa yang menghalanginya untuk menyampaikan kebenaran yang bersemayam dalam hatinya?”

Dia menjawab, “Perumpamaan orang ini seperti pohon yang ditanam, lalu ia tumbuh dengan sempurna, buahnya bagus, akarnya menghujam kedalam tanah, ranting-rantingnya menjulang tinggi, dedaunannya menghijau dan buahnya telah membesar. Akan tetapi, buah tersebut belum masak, belum dapat dimakan dan belum tiba waktunya untuk dipetik.

“Demikianlah wahai anakku, orang tersebut belum sempurna hikmahnya dan belum dapat memberi manfaat. Namun, jika keadaan orang itu telah sempurna dan telah sampai kepada maqom yang sebenarnya, maka hikmah akan mengalir dari pribadinya, lisannya bergetar menuturkan hikmah, hatinya memancarkan sumber-sumbernya, sikapnya matang dan tenang dan semua orang akan merasakan manfaatnya dan mengambil hikmah darinya.”

Selasa, 27 Juli 2010

Kebenaran Cinta

Saudaraku, mula-mula engkau bermain-main dan akhirnya akan bersungguh-sungguh. Kedalaman makna cinta sangatlah indah dan agung. Kata-kata semata tiada kuasa untuk menggambarkan segenap keindahan dan keagungannya. Dan pada hakikatnya tidak ada yang dapat ditangkap kecuali dengan pengamatan dan penjiwaan yang mendalam.

Saudaraku, engkau tidak akan dimusuhi agama karena perilaku cinta, dan tidak juga akan dilarang oleh syariat. Cinta adalah urusan hati, dan ketika kita berbicara tentang hati, maka hanya Alloh lah yang mengetahui akan hati manusia.

Beberapa orang saleh terdahulu ada yang menggambarkan tentang perasaan dan pandangan cinta mereka hanya dengan membacakan bait-bait syair gubahan mereka, namun ada juga pendapat yang berbeda-beda tentang cinta, dan perbedaan itu cukup tajam dan panjang.

Kita telah sama-sama mengetahui bahwa rahasia dari persamaan dan perbedaan diantara segenap makhluk adalah ketersambungan dan keterpisahan. Satu bentuk akan berusaha mencari bentuk yang lain yang serupa dengannya, seseorang akan meresa senang dan tentram bersama orang yang mempunyai kesamaan dengannya. Dan saat ini kita dapat melihat dan menyaksikan bahwa betapa banyak perkumpulan yang dibentuk berdasarkan persamaan semancam ini. Akan tetapi dipihak lain, kesepakatan diantara mereka yang bertentangan atau sebaliknya, perselisihan diantara mereka yang memiliki kesamaan atau keserupaan, merupakan dua hal yang kerap terjadi diantara kita. Dengan demikian, akan ada pertanyaan yang akan muncul, bagaimana halnya dengan jiwa manusia ? Karakter alami jiwa adalah berada pada suatu realitas yang bening dan sunyi. Struktur yang membangun jiwa memungkinkan untuk menyetujui, berkecenderungan, merindukan sesuatu, menyimpang, mengumbar keinginan nafsu atau boleh jadi keinginan untuk melarikan diri. Yang kesemuanya itu merupakan fitrah yang sudah kita maklumi bersama, dan jiwa mewarnai setiap gerak-gerik manusia yang selalu mencari ketentraman dan ketenangan.

Alloh Yang Maha Pengasih berfirman :

" Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya ". (Qs al-A’rof 7:189).

Alloh swt menjadikan kesenangan dan ketenangan pada diri seorang laki-laki karena pasangan (istri)nya yang berasal dari dirinya.

Seandainya penyebab munculnya cinta adalah karena keindahan fisik, maka dapat kita pastikan bahwa siapapun yang mempunyai bentuk fisik yang kurang indah, maka ia tidak akan dicintai, hal ini karena tidak akan ada orang atau pasangan yang akan menganggap indah seorang jika dilihat dari bentuk fisiknya yang mengakibatkan hilangnya rasa cinta.. namun pada kenyataannya, kita sering menjumpai dan menemukan orang yang lebih mencintai seseorang yang yang bentuk fisiknya yang dinilai kurang indah atau beruntung, walaupun ia menyadari bahwa betapa banyak orang disekelilingnya yang mempunyai keindahan dan kesempurnaan fisik ketimbang pilihannya tersebut. Namun ia tetap kokoh akan pilihan hatinya dan tidak berpaling kepada yang lain.

Dan seandainya penyeban munculnya rasa cinta adalah karena adanya kesamaan pandangan moral, maka kiranya dapat kita pastikan bahwa seseorang tidak akan mencintai orang yang tidak pernah membantunya atau yang berbeda perilakunya dengan dirinya sendiri. Karena itu, kita dapat mengatakan bahwa sesungguhnya cinta merupakan sesuatu yang bersemayam di kedalaman jiwa. Mungkin saja ada orang yang mencintai karena suatu sebab. Akan tetapi cinta seperti itu tidak akan langgeng; cinta yang demikian akan sirna seiring dengan hilangnya sebab itu.

Orang yang mencintaimu karena suatu alasan, akan berpaling darimu seiring dengan hilangnya alasan tersebut. 

Tentang hal ini izinkan kami menyenandungkan sebuah syair:

Cintaku padamu tetap abadi seperti semula, sampai akhir
Takkan berkurang karena suatu sebab dan takkan lebih
Tak ada alasan bagi cintaku selain keinginan mencinta
Dan tak ada sebab untuknya yang dapat diketahui manusia

Jika kau mencintai tanpa alasan selain ia yang kau cinta
Maka dialah tambatan hati yang takkan lenyap selamanya
Dan jika kau mencintai karena digerakan suatu alasan
Sungguh, ia akan lenyap seketika alasan itu menghilang 

Pandangan tersebut kami sampaikan karena kita sama-sama mengetahui bahwa ada banyak macam cinta yang kita kenal. Namun cinta yang paling utama adalah cinta  seorang hamba kepada Alloh dan cinta antara dua orang karena Alloh Azza wa Jalla semata.

Ditukil dari kitab Thuq al-Hamamah

Minggu, 25 Juli 2010

Al Quddus

Al Quddus

Adalah Alloh Maha Suci dari segala sifat yang dapat dijangkau oleh inderawi, Dia Maha Suci dari yang dikhayalkan oleh imajinasi, Dia Maha Suci dari praduga serta Dia Maha Suci dari sesuatu yang terlintas dalam nurani maupun pikiran. Dan kesucian-Nya tidak menerima perubahan, tidak tersentuh oleh cela, bahkan Dia Maha Suci dari kesempurnaan yang diduga oleh banyak makhluk dan Dia terus menerus terpuji dengan langgengnya sifat kekudusan itu tanpa terikat oleh ruang dan waktu.

Kami tidaklah berkata bahwa Dia Maha Suci dari segala macam kekurangan dan ketidak sempurnaan, karena ucapan semacam ini hampir mendekati pada ketidaksopanan atau bahkan cenderung pada penghinaan. Tidaklah baik jika seseorang mengatakan tentang kesucian-Nya sebagaimana berikut:

Pertama : Kesempurnaan pada diri mereka, seperti pengetahuan dan kemampuan mereka, pendengaran, penglihatan, dan gaya bicara mereka, kehendak dan pilihan mereka. Sehingga mereka menggunakan kata-kata ini untuk menyampaikan makna-makna atau istilah-istilah tentang kesempurnaan.

Kedua : Sifat-sifat tersebut mengandung apa yang tidak sempurna berkenaan dengan mereka, seperti kebodohan mereka, kebutaan, ketulian dan kebisuan mereka, dan mereka menggunakan kata-kata ini untuk menggambarkan tentang istilah atau makna tentang ketidaksempurnaan.

Dengan demikian, hal yang dapat kita lakukan untuk memuji dan menyifati-Nya adalah:

Pertama : melukiskan Dia dengan sifat-sifat yang diambil dari kesempurnaan yang telah diberitakan oleh kitab suci-Nya seperti hal pengetahuan, kemampuan pendengaran, penglihatan dan pembicaraan sesuai dengan kemuliaan dan keagungan-Nya.

Kedua : menafikan Dia dari sifat-sifat yang diambil dari ketidaksempurnaan makhluk. Namun Alloh segala Puji bagi-Nya Yang Maha Tinggi melebihi sifat-sifat yang diambil dari kesempurnaan mereka. Dia juga mengatasi sifat-sifat yang mencerminkan ketidaksempurnaan mereka.

“Kesucian” adalah sesuatu yang hanya dimiliki oleh Alloh, Dia tidak dapat tergambar dalam benak, tidak terjangkau oleh indra, tidak dapat diduga oleh dugaan, dan tidak terlintas dalam nurani, tidak ada yang mengenal-Nya baik di dunia maupun di akherat kecuali Alloh atau yang sama dan setara dengan-Nya, namun karena tidak ada yang sama dan setara dengan-Nya, maka tidak ada yang mampu mancapai-Nya kecuali diri-Nya sendiri yaitu Alloh”.

Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, sementara pakar mengatakan bahwa kekudusan / kesucian mengandung tiga aspek yakni; Kebenaran, Keindahan, dan Kebaikan, sehingga Alloh Yang Qudduus adalah Dia Yang Maha Indah, Maha Baik dan Maha Benar dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya, keindahan, kebenaran dan kebaikan yang tidak ternodai dan dinodai oleh sesuatu apapun. Dari sinilah kemudian datang perintah untuk mensucikan Alloh dari segala sifat yang tidak layak untuk-Nya. Jika demikian, maka mensucikan Alloh, itu mengandung makna yang lebih dalam dan lebih luas dari sekedar bertasbih kepada-Nya, karena pensucian mengandung makna menetapkan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang tentunya sesuai dengan keagungan-Nya.

Saudaraku, sungguh, bahwasanya Alloh Azza wa Jalla bebas dari setiap sifat yang dapat dipahami oleh makhluk-Nya. Dia mengatasi semua itu dan apapun yang sama dengan semua itu atau dengan yang seperti itu. Jadi tidak ada wewenang yang diberikan untuk menggunakan sifat-sifat itu. Bukankah kita sering membaca dalam kitab suci-Nya ayat yang berbunyi “Wa lam yakun lahu kufuwan ahad Tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. (Qs al Ikhlash 112:4). Begitu juga dalam ayat-ayat lainnnya didalam al Qur’an.

Tanbih.

Saudaraku, mungkin anda akan bertanya: “Akankah manusia dapat meraih tingkat kesucian, tentunya kesucian ditingkat manusia?” maka akan kami jawab: “Tentu saja bisa”. Seseorang akan dapat meraih kesucian jika ia mau bercermin kepada Yang Maha Suci. Sungguh. Bahwa hamba Alloh akan meraih tingkat kesucian jika ia berusaha dan mampu membebaskan dirinya dari pengetahuan dan kehendaknya. Ia harus membebaskan segala pengetahuannya dari khayalan/imajinasi dan dari segala tanggapannya yang sebagian besar dari tanggapan itu dimiliki juga oleh binatang.

Pembebasan diri dari pengetahuan adalah: hendaknya ia secara terus-menerus mengkaji pengetahuan yang berkaitan erat dengan hal-hal yang bersifat Ilahiyah, yang benar-benar bebas dari hal-hal yang dapat dipersepsi inderawi, dan semakin tersembunyi pengetahuan itu darinya, maka akan semakin baik. Seperti sabda Nabi saw: “Syair orang arab yang paling baik adalah syairnya Labib, yaitu “Segala sesuatu selain Alloh adalah sia-sia”. Jika seseorang dapat menjalankan hal-hal tersebut, maka ia akan membebaskan diri dari segala hal yang dapat menimbulkan khayalan.

Adapun mengenai kehendaknya, walaupun pada kenyataannya kita adalah manusia, hendaknya ia dapat membebaskan diri dari hal-hal yang bersifat manusiawi, yaitu hal-hal yang mengedepankan dan mengutamakan kesenangan hawa nafsu atau amarah, seperti kesukaan terhadap hidangan makanan, berhubungan seks, pakaian, atau apapun yang dapat disentuh atau dilihat, atau segala sesuatu yang dapat dinikmati dan dirasakan melalui pancaindera dan tubuhnya.

Singkatnya, tanggapan inderawi dan khayal adalah sesuatu yang juga dimiliki oleh hewan. Oleh karena itu, hendaknya kita dapat mengatasinya agar ia benar-benar manusiawi. Demikian juga hewan selalu bersaing dengan manusia dalam hal kenikmatan-kenikmatan yang berhubungan dengan pancaindera. Oleh karena itu, hendaklah ia selalu berusaha untuk membebaskan dirinya dari kenikmatan-kenikmatan tersebut. Orang yang berkeinginan niscaya akan sama tingginya dengan apa yang diinginkannya. Hal ini sama dengan orang yang menginginkan apa yang masuk kedalam perutnya, padahal akan sama nilainya dengan apa yang dikeluarkan oleh perutnya. Namun siapapun yang hanya menginginkan Alloh Azza wa Jalla, maka ia akan mendapatkan tingkat yang sesuai dengan keinginannya itu. Dan barang siapa meninggikan pikirannya diatas tingkat hal-hal yang bersifat khayali dan membebaskan kehendaknya dari hawa nafsu, maka ia akan ditempatkan dalam Pagar Kesucian oleh-Nya.

Memang sepintas akan terasa berat terhadap hal-hal yang telah disebutkan diatas, apalagi bagi seorang pemula yang sedang mencari Jalan Menuju Ilahi, namun jalan inilah yang ditempuh oleh para kekasih-Nya yang terpilih. Dengan cara yang telah disebutkan diatas, ia tidak akan menginginkan apapun kecuali Alloh swt. Ia tidak meniru apapun, kecuali meniru sifat-sifat Alloh Yang Agung lagi Sempurna. Yang dirindukannya hanyalah bertemu dengan-Nya, dan yang dapat membuatnya senang dan bahagia adalah ketika berdekatan dan dekat dengan-Nya. Meskipun surga dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan ditawarkan kepadanya, ia tidak akan memalingkan wajah dan harapannya. Dunia, langit bumi tidak akan sanggup untuk memuaskannya. Hanya Alloh Al-Quddus sajalah yang dapat memuaskannya.